Nama Ki Hajar Dewantara memang lebih sering disebut sebagai salah satu pahlawan nasional dalam bidang pendidikan di setiap 2 Mei. Tanggal yang selalu diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional itu.
Semboyan Ki Hajar Dewantara dalam bahasa Jawa yang terkenal adalah: “Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani.” Apabila diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia, artinya yaitu “Di depan memberi contoh, di tengah membangun semangat, di belakang memberi dorongan.”
Tanpa mengesampingkan perjuangannya, tahukah Beauties ada juga pahlawan nasional perempuan yang memperjuangkan hak mendapatkan pendidikan bagi kaum perempuan? Ia adalah Dewi Sartika. Kali ini Beautyhub ingin berbagi informasi mengenai Dewi Sartika, sebagai pahlawan pejuang kesetaraan pendidikan bagi perempuan. Apa saja perjuangan dan pengaruh Dewi Sartika dalam pendidikan di Indonesia? Simak penjelasannya berikut ini.
Biografi Dewi Sartika
Kalau Beauties mengenal nama R.A. Kartini sebagai perempuan yang memperjuangkan kesetaraan perempuan, Dewi Sartika dikenal memperjuangkan hak mendapatkan pendidikan bagi kaum perempuan.
Ia lahir pada 4 Desember 1884 di Bandung, Jawa Barat. Ia lahir di keluarga yang memiliki silsilah yang terhubung dengan keluarga Dalem Timbanganten, pendiri Kabupaten Bandung.
Lahir di keluarga terpandang membuatnya beruntung bisa mengenyam pendidikan. Sejak kecil, ia sudah mengajarkan baca tulis kepada perempuan pribumi. Ia kerap bermain sekolah-sekolahan dan memberikan kesempatan bagi para anak pembantu mempelajari baca tulis.
Pada masa penjajahan Belanda, akses pendidikan hanya diperkenankan bagi anak-anak Belanda. Sementara pribumi, terutama perempuan, tidak diperkenankan mengakses pendidikan.
Masa itu, pendidikan untuk perempuan hanya dianggap suatu kesia-siaan sebab perempuan akan berakhir menjadi ibu rumah tangga yang tugasnya melayani suami.
Pelopor Pendidikan bagi Perempuan
Dewi Sartika tumbuh menjadi seorang yang semangatnya tak pernah padam dalam memperjuangkan kesetaraan mengakses pendidikan bagi perempuan. Pada tahun 1904, ia mendirikan Sekolah Istri di Bandung, sebuah sekolah yang memberikan pengetahuan mulai dari pelajaran domestik hingga ilmu-ilmu agama.
Melalui Sekolah Istri, Dewi Sartika memberdayakan setiap perempuan dengan pendidikan agar mereka mandiri dan mampu berkontribusi untuk masyarakat. Hal ini dapat menimbulkan rasa percaya diri bagi perempuan dan lebih siap dalam menghadapi berbagai tantangan.
Sekolah Istri mengalami pertumbuhan pesat dan semakin diminati oleh masyarakat. Banyak pemimpin daerah lain yang mulai mengikuti tindakannya dalam mendirikan sekolah perempuan. Alhasil di tahun 1920, seluruh wilayah Pasundan telah memiliki sekolah perempuan.
Pengaruh Dewi Sartika dalam Pendidikan di Indonesia
Dewi Sartika wafat di tahun 1947 dan dimakamkan di Cineam, Tasikmalaya. Pada tahun 1966, ia diakui sebagai Pahlawan Nasional Indonesia berkat kontribusinya dalam memperjuangkan kesetaraan akses pendidikan bagi semua kalangan.
Perjuangan yang dilakukan oleh Dewi Sartika membuka pandangan bagi kita semua bahwa pendidikan seharusnya dapat diakses oleh semua kalangan. Ia juga peduli terhadap kemajuan bangsanya, terutama pada kemajuan perempuan.
Pendidikan selalu menjadi kunci bagi perempuan agar ia berdaya atas dirinya sendiri serta menjadi alat dalam melawan diskriminasi dan ketidaksetaraan. Saat ini, banyak sekolah hingga organisasi yang fokus pada pemberdayaan perempuan melalui pendidikan.
Dengan akses pendidikan yang baik, perempuan memiliki kesempatan untuk meningkatkan kualitas hidupnya sesuai dengan jalan yang ia pilih.
Selamat Hari Pendidikan Nasional 2025!