self-racism

Berhentilah Self-Racism! ini Merusak Fisik dan Mental

Isu rasisme sangat marak terjadi. Di Indonesia terjadi fenomena culture rasisme yang kerap menghantam perempuan. Fenomena cultural rasisme ini memandang bahwa perempuan Indonesia yang memiliki kulit gelap dianggap tidak menarik dibanding perempuan berkulit putih, perempuan Indonesia tidak diberikan kesempatan yang sama untuk menduduki jabatan yang bonafit. Selain itu, pada konteks agama, perempuan mengalami rasisme struktural. Mereka dipandang tidak berhak untuk mendapatkan akses pendidikan, tidak berhak menentukan pilihan hidup, dan tidak berhak atas tubuhnya. Fenomena culture rasisme ini menciptakan ketidaksetaraan dan ketidakadilan bagi perempuan di Indonesia.

Perkembangan teknologi tidak bisa dipungkiri membawa sejuta manfaat bagi umat manusia. Melalui teknologi, kita dapat mengembangkan diri, mengupdate ilmu pengetahuan, membangun relasi yang luas, dan mengakses berbagai informasi yang lama dan terbarukan. Namun, perkembangan teknologi dapat memberikan dampak negatif jika tidak bijak ketika menggunakannya. Terutama, menggunakan sosial media.

Sosial media memungkinkan penggunanya untuk berbagi foto, video, dan tulisan. Sehingga, kita dapat melihat berbagai macam kehidupan, drama, dan kisah hidup seeorang melalui tangkapan layar pada sosial media. Terkadang melihat kehidupan orang lain yang kita kenali bahkan yang tidak kita kenali dapat menimbulkan rasa iri, tidak percaya diri, gagal, dan sedih. Perasaan inilah yang menuntun seseorang untuk rasis terhadap diri sendiri. Padahal tanpa kita sadari segala hal yang dibagikan di sosial media tidak sepenuhnya berisikan fakta yang sebenarnya.

Self-racism merupakan istilah baru yang menggambarkan kondisi masyarakat modern. Kenali rasisme terhadap diri sendiri agar kamu bisa lebih percaya diri dan mencintai dirimu sendiri dan lebih memandang positif terhadap kehidupan dan fisik orang lain.

Bagaimana Kemunculannya?

Self-racism merupakan perpaduan dari kata self yang berarti diri dan racism yang berarti perlakuan tidak setara berdasarkan ciri fisik. Bisa dikatakan, self-racism ini merupakan tindakan memperlakukan diri sendiri dengan tidak setara berdasarkan ciri fisik yang dimiliki.

Baca juga:  Sweet But Strong : Refleksi Feminisme dalam Drakor When Life Gives You Tangerines

Fenomena rasisme diri ini muncul dari persoalan perempuan yang selalu tertarik untuk memperbaiki diri dari segi fisik maupun penampilan. Perempuan sering merasa kurang percaya diri sehingga selalu membutuhkan make-up untuk menutupi area-area yang dianggap oleh mereka kurang menarik.

Fenomena ini muncul ketika seorang perempuan melihat perempuan lain yang memiliki ciri fisik yang ia anggap menarik dan menganggap dirinya tidak semenarik seseorang yang ia lihat sehingga memutuskan ingin tampil selayaknya perempuan yang menarik tersebut.

Sosial Media Menjadi Pelopor Self-Racism

Instagram menjadi salah satu sosial media yang menimbulkan adanya rasis terhadap diri sendiri. Media sosial Instagram ini, umumnya, menampilkan wajah dan tubuh yang sempurna namun serupa sesuai dengan referensi pemirsa (Djilzaran Nurul, 2022). Serupa yang dimaksud ialah ciri fisik yang mengacu pada standar kecantikan yang disepakati masyarakat Indonesia saat ini, seperti kulit putih bercahaya tanpa noda a.k.a glowing, badan langsing dan cenderung kurus, wajah oval dan hidung mancung serta kecil. Beberapa perempuan yang mengalami rasis terhadap dirinya sendiri berusaha dengan sekuat tenaga menghilangkan ciri fisik yang tidak sesuai dengan yang ditampilkan oleh selebgram kecantikan di sosial media.

Padahal Indonesia ini adalah negara yang heterogen atau beragam. Sehingga warga negaranya  sudah pasti memiliki ciri fisik yang beragam juga. Menetapkan standar kecantikan perempuan Indonesia sesuai dengan standar kecantikan negara-negara barat atau negara Korea, tentu tidaklah bijak dan cenderung rasis.

Self-Racism: Perannya dalam Merusak Fisik dan Mental

Penelitian yang dilakukan oleh Djilzaran Nurul (2022), mengungkapkan bahwa beberapa perempuan yang mengkonsumsi konten kecantikan di sosial media cenderung meniru hal yang dilakukan oleh pemengaruh yang mereka ikuti. Seperti, mencoba berbagai produk yang diiklankan oleh pemengaruh atau meniru perawatan-perawatan yang dilakukan oleh pemengaruh dengan harapan bahwa mereka akan mendapatkan hasil yang sama  seperti pemengaruh yang diikuti.

Baca juga:  Masihkah Ada Ruang Aman untuk Perempuan Indonesia?

Padahal, beberapa produk atau perawatan yang diiklankan belum tentu sesuai dengan keadaan kulit dan tubuh masing-masing perempuan. Jika hal ini terus dilakukan maka akan berdampak pada rusaknya fisik, seperti tumbuh jerawat yang berlebih, kulit kering, menua, dan bahkan beberapa kasus menimbulkan kanker pada kulit.

Pada kasus lainnya, self-racism dapat berdampak negatif pada mental seseorang, akibat standar kecantikan yang kerap mereka konsumsi dari pemengaruh yang diikuti dan mereka tidak bisa mendapatkan kecantikan sesuai dengan standar kecantikan pemengaruh di sosial media, maka beberapa perempuan cenderung merasa tidak percaya diri, malu, dan menganggap dirinya tidak memenuhi standar kecantikan yang ada sehingga membuat mereka merasa dirinya adalah aib.

Self-Racism: How to Deal With?

Memandang diri sebagai individu yang tidak setara dengan orang lain dapat merugikan diri sendiri, terlebih merugikan diri dari segi fisik dan mental. Untuk itu, penting untuk memahami dan menyadari siapa diri kita. Hal ini yang perlu kamu sadari:

  • Kita dilahirkan dengan kedudukan dan derajat yang sama. Kita dilahirkan dari rahim seorang Ibu dan tentu semua umat manusia berasal dari rahim seorang Ibu. Sehingga kita dan semua manusia memiliki keunikan dan keberagaman, kelebihan serta kelemahannya masing-masing. Perilaku membandingkan diri dengan orang lain adalah kegiatan yang tidak perlu karena tidak akan mendatangkan manfaat. Malah akan menimbulkan perasaan insecure dan self-racism.
  • Sosial media hanya menampilkan sisi yang unggul saja maka gunakan sosial media dengan lebih bijak. Jadikan sosial media sebagai platform untuk menambah pengetahuan, relasi, dan sekedar hiburan aja. Jangan biarkan sosial media membawamu kearah self-racism.
  • Mencintai diri sendiri tidak harus dilakukan dengan cara menduplikat ciri fisik atau kehidupan orang lain. Tampil percaya diri, nyaman, apa adanya, dan berani tampil beda adalah another level of loving yourself.

Menjadi perempuan, di Indonesia khususnya, tidak akan pernah lepas dari isu rasisme. Untuk itu, bijak dan cintai dirimu apa adanya. Tinggalkan self-racism dan mulailah mengafirmasi positif segala hal yang ada pada dirimu.

Baca juga:  Kalau Aku Pergi, Apa yang Tertinggal?

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back To Top