Setelah lebih dari 30 tahun memimpin Vogue Amerika Serikat, Anna Wintour secara resmi mengundurkan diri dari posisi Editor-in-Chief pada Juni 2025. Sosok legendaris yang dikenal dengan gaya rambut bob ikonik dan kacamata hitam besarnya ini bukan sekadar figur di industri fashion, melainkan juga simbol yang melekat dengan brand Vogue itu sendiri. Namun, mundurnya Anna bukan berarti ia menghilang dari panggung fashion sepenuhnya.
Keputusan Anna untuk melepas jabatan Editor-in-Chief Vogue AS sebenarnya sudah direncanakan sejak lama. Sejak 2020, ia memegang tiga peran penting sekaligus: Editor-in-Chief Vogue AS, Global Editorial Director Vogue, dan Chief Content Officer Condé Nast. Dengan beban kerja yang semakin besar, Anna memilih untuk fokus pada peran strategis di tingkat global. Dalam pernyataannya, ia menyatakan ingin membuka peluang bagi generasi baru pemimpin redaksi untuk berkembang.
Meski tidak lagi menjadi Editor-in-Chief, Anna tetap memegang kendali penting di belakang layar. Ia masih menjabat sebagai Chief Content Officer untuk seluruh brand di bawah naungan Condé Nast dan Global Editorial Director untuk edisi internasional Vogue. Artinya, Anna masih akan terlibat dalam menentukan arah editorial, termasuk mengawasi acara besar seperti Met Gala dan Vogue World.
Dengan perubahan struktur ini, Vogue AS memasuki babak baru. Posisi Editor-in-Chief akan digantikan oleh Head of Editorial Content yang akan melapor langsung kepada Anna. Perubahan ini membuka peluang untuk pembaruan konten yang lebih inklusif, modern, dan relevan dengan perkembangan zaman. Bagi pecinta fashion, ini berarti Vogue mungkin akan menghadirkan nuansa segar dalam setiap halamannya.
Meski tidak lagi berada di garis depan, pengaruh Anna Wintour di dunia fashion tetap besar. Peralihan peran ini menandai evolusi baru baik untuk Anna maupun Vogue, membuktikan bahwa perubahan bisa menjadi awal dari sesuatu yang lebih menarik.