“Kamu kan anak perempuan pertama, harus bisa ngurus adik-adik!” Kalimat ini familiar banget kan? Sering kita mendengar dan dianggap wajar, padahal tanpa sadar, omongan ini bisa jadi beban mental buat si anak perempuan pertama. Kamu sebagai anak perempuan pertama, pasti merasakan betapa “beracunnya” stereotip ini. Makanya, artikel ini akan membahas tentang mengapa kita harus berhenti menormalisasi anggapan perempuan sulung sebagai “ibu kedua” ini.
Stereotip yang Dianggap Normal, Padahal…
Masyarakat kita sering sangat memuji anak perempuan pertama yang jago mengasuh adiknya, bertanggung jawab atas kebersihan rumah, misalnya soal belanja-belanja bahan makanan, seolah-olah itu tugas alamiah mereka. Padahal, enggak semua anak siap secara emosional untuk memikul tanggung jawab sebesar itu. Ada lho penelitian dari Journal of Child Psychology (2020) yang nunjukkin kalau “parentifikasi” (alias anak yang dipaksa jadi kayak orang tua) itu bisa memicu rasa cemas dan rasa bersalah yang berlebihan. Jadi, pujian itu justru bisa jadi bumerang ya guys!
Dampak Psikologis yang Tidak Melihat Kelihatan
Nah, ini dia bagian yang sering terlewatkan. Beban jadi “second mom” ini bisa mempunyai dampak psikologis yang serius bagi anak. Bahkan ada fenomena yang disebut dengan Eldest Daughter Syndrome (EDS) yaitu gambaran tentang dampak psikologis anak sulung seperti kehilangan masa kecil,Banyak anak perempuan pertama yang kehilangan waktu bermain dan menikmati masa kecilnya karena harus sibuk menjaga adik. Harusnya mereka bisa bebas bereksplorasi dan bersenang-senang, tapi malah terjebak dalam peran dewasa.
Mereka akan selalu merasa takut gagal karena tekanannya untuk selalu menjadi “sempurna”. Dalam mengurus adik bisa membuat mereka jadi overachiever (berusaha keras banget sampai kadang di luar batas) atau justru burnout (kelelahan luar biasa). Dampaknya saat dia dewasa dia akan selalu merasa bersalah, tidak percaya diri, bahkan terkadang mengabikan perasaan mereka sendiri.
Dan tak menutup kemungkinan akan terjadi Kebencian terhadap keluarga atau Diam-diam, bisa muncul rasa kesal atau benci tersembunyi karena merasa dimanfaatkan oleh keluarga. Dan ini sangat berbahaya untuk jangka panjang atau bahkan saat mereka dewasa.
Gimana Dong Biar Keluarga Bisa Berubah?
Jika kita yang sudah terlanjur dewasa dan menyadari ternyata orang tua kita melakukan hal ini kita hanya bisa menerima dan memaafkan akan hal itu, karena kita tidak bisa memilih bagaimana kita dilahirkan. Dan untuk menghilangkan stereotip ini ada kok jalan keluar agar keluarga bisa berubah, Ini beberapa hal yang bisa dilakukan keluarga untuk kedepanya :
- Libatkan Semua Anak: Tanggung jawab mengasuh adik itu harus dibagi rata! Jangan cuma anak perempuan pertama aja, libatkan juga saudara laki-laki atau anak kedua maka itu akan dirasa lebih adil.
- Hargai Pilihan Mereka: Biarkan anak perempuan pertama mengeksplor minat dan bakatnya. Jangan cuma fokus ke urusan domestik atau ngurus adik aja. Mereka punya hak untuk punya cita-cita dan impian sendiri.
- Komunikasi Terbuka: Penting banget untuk sering ngobrol sama anak perempuan pertama. Tanyakan apakah mereka nyaman dengan peran yang diberikan. Dengar keluh kesah mereka dan jangan anggap remeh perasaan mereka.
Ingat ya, anak perempuan pertama itu bukan “cadangan ibu” atau “mitra dalam rumah tangga”. Mereka berhak tumbuh dan berkembang sesuai apa yang diinginkannya tanpa diberikan beban yang berlebihan. Sudah saatnya keluarga dan masyarakat mengubah pola pikir ini. Yuk, kita mulai dari diri sendiri dan keluarga kita!