Perempuan Ambis Bukan Drama, tapi Ancaman Buat Sistem Patriarki

Pernah nggak, sih dengar kalimat, “Perempuan kok ambisius banget sih?” atau “Duh, perempuan ambis tuh biasanya ribet dan suka ngatur!”

Kalau iya, selamat! Kamu baru saja bersentuhan langsung dengan sisa-sisa patriarki yang masih ada di sekitar kita.

Padahal ya, ambisi itu bukan milik satu gender aja. Laki-laki boleh punya mimpi, boleh kejar karier, boleh gila kerja, tapi giliran perempuan yang ngelakuin hal sama, langsung dicap “over”, “keras kepala”, bahkan “nggak cocok buat jadi istri”. Lho, emang kenapa?

Perempuan Ambis = Perempuan Keren!

Mari kita luruskan dulu: ambisi itu bukan kutukan. Ambisi adalah bukti kalau seseorang punya tujuan, punya mimpi, dan mau kerja keras buat mewujudkannya. Dan kalau itu dilakukan oleh perempuan? Justru makin keren!

Perempuan ambis biasanya:

  • Punya visi hidup yang jelas
  • Mandiri, nggak nunggu diselamatin siapa-siapa
  • Tegas dalam menentukan pilihan
  • Nggak gampang baperan sama komentar negatif

Jadi… dramanya di mana? Yang drama sebenarnya adalah sistem yang masih nggak siap melihat perempuan ambis berdiri sejajar, bahkan kadang lebih unggul, dari kaum Adam.

Patriarki Nggak Nyaman Sama Perempuan Ambis

Sistem patriarki sudah lama membentuk mindset kalau “laki-laki adalah pemimpin, perempuan pengikut”. Jadi begitu perempuan mulai nunjukin potensi, percaya diri, dan ambisinya, boom! sistem mulai panik.

Kenapa? Karena perempuan ambis itu ngacak-ngacak tatanan patriarki yang nyaman banget buat sebagian orang.

Bayangin aja, perempuan yang dulunya disuruh “sabar”, “ngalah”, dan “nurut”, sekarang berani bilang “nggak”, berani nego gaji, bahkan berani bilang “Aku mau jadi CEO.”

Itu bukan sekadar progres. Itu ancaman nyata buat sistem usang yang sudah terlalu lama menahan potensi perempuan.

Baca juga:  Perempuan Berlogika: Mendobrak Stereotip Gender di Indonesia

Label Negatif Itu Cara Patriarki Bertahan

Supaya bisa terus hidup, patriarki pakai strategi halus: kasih label.

Perempuan ambis disebut “bossy”, “susah diatur”, “nggak feminin”, bahkan “terlalu independen”.

Tujuannya cuma satu: bikin perempuan takut buat ambisius.

Padahal, kalau lelaki bersikap tegas, dia dibilang “pemimpin”. Tapi kalau perempuan yang tegas? Dibilang “galak”.

Perempuan Ambis Bukan Lawan, Tapi Kunci Perubahan

Di balik semua label negatif, perempuan-perempuan ambis justru jadi motor perubahan. Mereka jadi role model, pemimpin komunitas, inovator, dan inspirasi buat generasi selanjutnya.

Kita butuh lebih banyak perempuan yang berani tunjukkin ambisinya. Biar makin banyak yang sadar: jadi perempuan ambisius itu “biasa aja”, bahkan “harusnya dibanggakan”.

Karena dunia butuh lebih banyak perempuan:

  • Di meja rapat
  • Di barisan pembuat keputusan
  • Di panggung-panggung penting
  • Di ruang-ruang akademik, teknologi, dan inovasi

Jadi, Kalau Kamu Perempuan Ambis, Jangan Minta Maaf!

Nggak usah ngecilin diri biar orang lain nyaman.

Nggak usah stop ambisi cuma karena takut dibilang terlalu “keras”.

Kalau kamu punya mimpi besar, kejar!

Kalau kamu pengin jadi pemimpin, gas!

Kalau kamu punya ide luar biasa, suarakan!

Karena kamu bukan drama. Kamu ancaman. Tapi ancaman yang dibutuhkan untuk melawan ketidakadilan yang udah terlalu lama dibiarin.

Perempuan ambis itu bukan masalah. Sistem yang takut sama perempuan ambis, nah, itu yang sebenarnya perlu dibenahi.

Jadi buat kamu yang lagi kejar mimpi dan sering dianggap “berlebihan”, ingat ini: Kamu bukan berlebihan. Kamu cuma terlalu luar biasa buat sistem lama yang nggak siap.

Keep slaying, beauties! 💅🔥

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back To Top